MATERI
Kutub dan Pusat Pertumbuhan Wilayah
1. Teori Dasar Kutup
Pertumbuhan dan Pusat Pertumbuhan Wilayah
a. Teori
Tempat yang Sentral (Central Place Theory) Teori tempat yang sentral (Central
Place Theory) pertama kali dikemukakan oleh seorang ahli geografi bangsa jerman
pada tahun 1933, yang bernama Walter Christaller dalam tulisanya yang berjudul
: “ Die Zentralen Orte In Suddeustschand” atau dalam Bahasa inggrisnya “
Central Place In South Germany”. Dalam teori tersebut, Christaller menitik
beratkan pada penentuan banyaknya kota, besarnya kota, dan persebaran kota.
Untuk menganalisis penentuan banyaknya kota, besarnya kota, dan persebaran kota
menggunakan dua konsep sebagai berikut.
1) Jangkauan (range) adalah jarak yang perlu
ditepuh orang untuk mendapatkan barang-barang kebutuhan.
2) Ambang
(threshold) adalah jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk kelancaran dan
keseimbangan suplai barang.
Sutau lokasi pusat aktivitas yang senantiasa
melayani berbagai kebutuhan penduduk harus berada pada pusat yang sentral.
Maksud tempat yang sentral adalah suatu tempat atau kawasan yang memungkinkan
partisipasi manusia yang jumlahnya maksimal, baik mereka yang terlibat dalam
aktivitas pelayanan maupun mereka yang menjadi konsumen dari barang- barang
pelayanan yang dihasilkan.
Tempat yang sentral merupakan suatu titik
simpul dari suatu bentuk heksagonal atau segi enam . Daerah segi enam merupakan
wilayah-wilayah yang penduduknya yang mampu terlayani oleh tempat yang sentral
tersebut. Pendapat ini diperkuat oleh Agust Locosh seorang ahli ekonomi jerman
pada tahun 1945, teori tempat yang sentral dapat digunakan untuk menganalisis
pusat-pusat pelayan dan kegiatan ekonomi yang sudah ada terhadap daerah
sekitarnya. Misalnya, perencanaan lokasi pusat perniagaan, pasar, rumah sakit,
sekolah, dan pelayanan sosial lainya. Tempat yang sentral dapat berupa kota
besar, pusat perbelanjaan, pasar, rumah sakit, ibukota provinsi, dan kabupaten.
Tempat yang sentral memiliki pengaruh yang berbeda-beda sesai dengan besar
kecilnya wilayah tersebut , maka terdapat hierarki atau tingkatan tempat yang
sentral. Kawasan dengan daya pengaruh yang berbeda-beda berdasarkan jenis pada
pelayanan, hierarki tempat yang sentral dapat dibedakan menjadi tempat sentral
yang berhierarki 3, 4, dan 7.
1)
Tempat sentral berhirarki 3 (K-3) Tempat sentral
yang berhierarki 3 (K-3) disebut juga situasi pasar optimal. Hierarki 3
merupakan pusat pelayanan yang berupa pasar yang senantiasa menyediakan
barang-barang bagi daerah disekitarnya. Kasus pasar optimal memiliki pengaruh
1/3 bagian dari wilayah tetangga di sekitarnya yang berbentuk heksagonal.
2)
Tempat sentral berhirarki 4 (K-4) Tempat sentral
yang berhirarki 4 disebut juga disebut dengan situasi lalulintas optimum.
Artinya, di daerah tersebut dan daerah-daerah sekitarnya yang terpengaruh
tempat sentral akan senantiasa memberikan kemungkinan rute lalulintas yang
paling efisien. Situasi lalu lintas optimum memiliki pengaruh ½ bagian dari
wilayah-wilayah tetangga disekitarnya yang berbentuk heksagonal.
3) Tempat sentral berhirarki 7 (K-7) Tempat sentral berhierarki 7 (K-7) disebut sebagai situasi administrasi optimum. Tempat sentral ini mempengaruhi seluruh bagian wilayah tetanggaya, selain mempengaruhi wilayah sendiri. Tempat sentral yang berhierarki 7 dapat berupa kota pusat pemerintahan.
Ada dua syarat untuk menerapkan
teori tempat sentral yang dikemukakan oleh Christaller, yaitu keadaan topografi
yang seargam sehingga tidak ada daerah yang mendapat pengaruh lereng atau
pengaruh alam lainya dalam hubunganya dengan jalur transportasi. Syarat yang
kedua adalah tingkat ekonomi penduduk yang relatif homogen dan tidak
memungkinkan adanya produksi primer, misalnya yang menghasilkan padi, kayu, dan
batu bara.
b. Teori
Polarisasi Ekonomi Teori ini dikemukakan oleh Guntur Myrdad yaitu setiap
wilayah mempunyai pusat pertumbuhan yang menjadi daya Tarik bagi tenaga buruh
dari pinggiran. Bahkan bukan hanya tenaga buruh, melainkan banyak hal misalnya
tenaga terampil dan modal. Teori ini mengungkapkan bahwa semakin lama interaksi
tersebut terjalin akan menimbukan kenampakan baru yakni polarisasi pertumbuhan
ekonomiatau disebut juga dengan kutub pertumbuhan ekonomi yang cenderung
merugikan daerah pinggiran. Dengan adanya backwash effect terjadi ketimpangan
wilayah, meningkatnya kriminalitas, dan kerusakan di daerah pinggiran.
c. Teori Kutub Pertumbuhan
Teori kutub pertumbuhan atau
dikenal dengan istilah growth poles theory. Pertama kali dikemukakan oleh
peroux 1955. Porroux dalam penelitianya lebih menekankan pada proses-proses
pembangunan. Pendapat mengenai teori kutub pertumbuhan menjelaskan bahwa
pembangunan bukan merupakan suatu proses yang terjadi secara serentak, tetepi
muncul di tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang
berbeda-beda. Wilayah yang dijadikan pusat pembangunan disebut kutub
pertumbuhan. Pemusatan wilayah-wilayah pertumbuhan dibedakan menjadi 3 komponen
berikut.
1) Wilayah khusus, misalnya daerah
terbelakang dan daerah aliran sungai
2) Prinsip
homogenitas, misalnya wilayah geografi fisisk atau sosial , wilayah budaya dan
wilayah ekonomi
3) Konsep hubungan ruang, yaitu wilayah
fungsional yang disebut juga wilayah terpusat
Industri baru akan memilih tempat yang
berdekatan dengan daerah industri yang telah ada karena telah tersedia
fasilitas yang memadai,seperti listrik, air bersih, dan jalan. Daerah yang maju
disebut dengan pusatpertumbuhan, sedangkan daerah yang belum maju disebut
dengan pinggiran. Proses pembentukan pusat pertumbuhan mengikuti fase-fase
pertumbuhan sebagai berikut.
1)
Fase I, yaitu fase praindustri
Pada masa awal terdapat wilayah
yang belum berkembang, yang ditandai oleh banyak kota kecil yang tersebar
merata dan setiap kota tidak mendominasi kota yang lain. Kondisi ekonomi
wilayah-wilayah tersebut cenderung tidak berkembang dan setiap kota hanya
melayani wilayah sendiri.
2)
Fase II, yaitu fase industri awal
Fase ini terjadi pada salah satu
kota yang berkembang lebih cepat daripada yang lainya, sehingga tumbuh menjadi
primate city. Kota dapat berkembang lebih cepat karena memiliki kelebihan baik
di bidang sumber daya alam maupun pada sumber daya manusia. Primate city
merupakan kota terbesar yang menjadi pusat wilayah atau disebut dengan core (C)
= Pusat, yang mendominasi kota-kota lainya. Pada fase ini terjadi perpindahan
tenaga terampil, sumber daya alam, dan modal dari daerah pinggiran.
3)
Fase III, yaitu fase transisi
Pada fase ini industri industri yang sedang berkembang, pada primate city
akan mendominasi akan mendominasi sebagian besar wilayah. Namun, tidak sekuat
fase kedua karena sekitar primate city mulai berkembang pusat-pusat
pertumbuhan. Bahan mentah, tenaga terampil, dan modal tidak hanya mengalir di
primate city, tetapi juga menuju ke pusat-pusat pertumbuhan yang lain. Pada
fase ini perkembangan wilayah belum stabil karena masih terdapat
kantong-kantong wilayah yang berkembang.
4) Fase IV,
yaitu integrasi spasial Pada fase ini setiap kota telah berkembang sesuai
dengan hierarkinya, sehingga sudah terbentuk pusat-pusat pertumbuhan yang
saling berinteraksi dengan pusat pertumbuhan yang lainya. Setiap wilayah telah
terintegrasi secara nasional dan tidak ditemukan lagi katalog-katalog wilayah
yang terbelakang. Jika semua wilayah telah berinteraksi dengan wilayah lain
secara fungsional, akan terbentuk hierarki kota dengan baik.
2. Interaksi antara Pusat Pertumbuhan Daerah dan
Sekitarnya Interaksi antara pusat pertumbuhan secara sosial,ekonomi, budaya,
dan ilmu pengetahuan memiliki interaksi tibal balik antara pusat pertumbuhan
dengan daerah disekitarnya.
a. Sistem Keruangan Pertumbuhan Kota menurut Hagget
1) Perbedaan
keruangan dalam berapa kelompok masyarakat menyebabkan adanya keinginan untuk
berinteraksi sehingga akan muncul pola perpindahan.
2) Proses pola
perpindahan terlihat tanpa ada rintangan dan bergerak ke seluruh arah tanpa
melalui jalur tertentu. Umumnya perpindahan itu melalui jalur kanal atau
koridor. Gambaran tersebut menjelaskan eleman kedua yang perlu dijadikan
sebagai analisis adalah karakteristik perpindahan melalui kanal, yaitu jarring-jaring
dari pinggiran sampai ke pusatnya. Hal ini sebagai cerminan dari sistem
transportasi dari pinggiran ke kota dan berakhir pada lokasi yang unggul
sebagai pusat suatu sistem.
3) Proses
dekomposisi, yaitu pembentukan pusat atau nodes, Kemunculan dekomposisi dari
pusat-pusat wiayah (nodal region) yang disebabkan oleh keunggulan dari beberapa
lokasi pusat yang satu akan unggul dari yang lainya.
4) Perkembangan proses dekomposisi yang mengarah pada
terbentuknya perjenjangan hierarki pusat-pusat tersebut merupakan suatu sistem
organisasi dari pusat wilayah.
5) Perlu analisis daerah daerah pembentukan asosiasi,
tempat elemenyang ada di permukiman tersebut . Surface yang berupa areal lahan
yang disita terdapat fenomena pusat pemukiman dan jarring-jaring jalan yang
tersusun dalam bentuk bermacam-macam penggunaan lahan.
6) Perubahan yang terjadi tidak merata di seluruh
permukaan bumi, hanya terjadi pada satu atau beberapa lokasi tertentu. Lokasi
tersebut disebarkan sepanjang rute melalui pusat tertentu dan menyebar dengan
sistem perjenjangan. Proses peubahan melalui ruang dan waktu disebut difusi
keruangan.
b.
Karakteristik Pertumbuhan Kota menurut Houston J.M
1) Stadium
pembentukan inti kota (nuclear phase) Stadium ini merupakan tahap pembentukan
central busines distric (CBD. Pada masa ini baru dirintis pembangunan
gedung-gedung utama sebagai penggerak kegiatan yang ada dan baru mulai
meningkat. Pada saat ini pula daerah yang mula-mula terbentuk oleh banyak
gedung yang berumur tua dan berbentuk klasik serta pengelompokan fungsi kota
yang termasuk penting. Pada tahap ini , kenampakan kota akan berbentuk bulat
karena masih berada pada awal pembentukan kota, kenampakan kota yang berbentuk
hanya meliputi daerah yang sempit
2) Stadium
formatif (formative phase) Pada tahap ini perkembangan industrI dan teknologi
mulai meluas termasuk sector transportasi, komunikasi, dan perdagangan. Semakin
maju sector industri, transportasi, dan perdagangan, semakin meluas dan
kompleks keadaan pabrik dan kondisi perumahan masyarakat kota. Daerah- daerah
pekembangan tersebut lokasinya berbeda disepanjang jalur transportasi dan
komunikasi.
3) Stadium
moderen (modern phase) Pada tahap ini kenampakan kota jauh lebih kompleks dan
mulai timbul gejala penggabungan dengan pusat-pusat kegiatan di kota satelit
dan kota lainya. Usaha identifikasi kenampakan kota mengalami kesulitan,
terutama pada penentuan batas-batas fisik terluar dari kota yang bersangkutan.
Kenyataan ini terjadi karena persebaran fungsi pelayanan telah masuk ke daerah
pedesaan.
Perbedaan dasar kutub dan pusat
pertumbuhan suatu wilayah
Dalam Geografi terdapat dua istilah yang hampir sama, yaitu
Kutub Pertumbuhan dan Pusat pertumbuhan. Kutub pertumbuhan merupakan konsep
ekonomi, sedangkan pusat pertumbuhan berkaitan dengan keruangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar