MODUL 1 INTERAKSI DESA DAN KOTA
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah kegiatan pembelajaran 2
ini kalian diharapkan mampu memahami struktur kerungan serta perkembangan desa
dan kota
B. Uraian Materi
A. STRUKTUR KERUANGAN
SERTA PERKEMBANGAN DESA DAN KOTA
1. Struktur Dan Perkembangan Kota
Definisi Kota
Para
ahli memberi pengertian tentang kota sesuai dengan sudut pandang keilmuannya
masing-masing. Pengertian kota menurut beberapa ahli sebagai berikut
1. Bintarto (1983:36)
menyebutkan bahwa kota dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan
manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi, dan diwarnai
dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis.
Hal menonjol yang membedakan desa dengan kota adalah desa merupakan masyarakat
agraris, sedang kota nonagraris;
2. Wirth, kota adalah
suatu permukiman yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang
yang heterogen kehidupan sosialnya;
3. Max Weber, kota adalah
sustu daerah tempat tinggal yang penghuni setempat dapat memenuhi sebagian
besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.
1. Klasifikasi Kota
Kota
dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah penduduk, tahap perkembangan serta
fungsi kota.
1.
Berdasarkan jumlah penduduknya, di Indonesia kota dapat dibedakan atas :
a)
Kota kecil : 20.000 - < 100.0000 orang
b)
Kota sedang : 100.000 - < 500.000 orang
c)
Kota besar : 500.000 - < 1000.000 orang
d)
Kota metropolis : 1000.000- 5.000.000 orang
e)
Kota megapolitan : lebih dari 5.000.000 orang
2. Klasifikasi kota
berdasarkan tahap perkembangannya Lewis Mumford dalam Rahardjo (1982:1) mengklasifikasi
kota berdasarkan tingkat perkembangannya sebagai berikut:
a) Tahap eopolis, yaitu
suatu wilayah yang berkembang dan sudah diatur ke kehidupan kota;
b) Tahap polis, kota yang
masih memiliki ciri kehidupan agraris,sebagai pusat keagamaan dan pemerintahan;
c) Tahap metropolis,
yaitu kota besar, kota induk yang perekonomiannya sudah mengarah ke sektor
industri;
d) Tahap megapolis,
wilayah perkotaan yang terdiri atas beberapa kota metropolis yang berdekatan
lokasinya sehingga membentuk jalur perkotaan yang sangat besar dan telah
mencapai tingkat tertinggi;
e) Tahap tiranopolis,
kota yang sudah mengalami kemerosotan moral dan akhlak manusianya, diliputi
oleh kerawanan sosial dan sulit dikendalikan, misalnya angka kriminalitas yang
tinggi, kemacetan lalu lintas, kerusakan lingkungan;
f)
Tahap nekropolis, kota yang kehidupannya mulai sepi, menuju kearah keruntuhan,
bahkan berkembang menjadi kota mati, kota yang sudah mengalami kehancuran
peradabannya.
2. Karakteristik Kota
Menurut
Bintarto, ciriciri kota dibedakan menjadi dua sebagai berikut.
1. Ciri-Ciri Fisik, Di
wilayah kota terdapat:
a) Sarana perekonomian
seperti pasar atau supermarket.
b) Tempat parkir yang
memadai.
c) Tempat rekreasi dan
olahraga.
d) Alun-alun.
e)
Gedung-gedung pemerintahan.
2. Ciri-Ciri Sosial
a) Masyarakatnya
heterogen.
b) Bersifat
individualistis dan materialistis.
c) Mata pencaharian
nonagraris.
d) Corak kehidupannya
bersifat gesselschaft (hubungan kekerabatan mulai pudar).
e) Terjadi kesenjangan
sosial antara golongan masyarakat kaya dan masyarakat miskin.
f) Norma-norma agama
tidak begitu ketat.
g) Pandangan hidup lebih
rasional.
h)
Menerapkan strategi keruangan, yaitu pemisahan kompleks atau kelompok sosial
masyarakat secara tegas.
3. Tahap Perkembangan Kota
Taylor
mengklasifikasikan kota berdasarkan karakteristik dinamika fungsionalnya,
karakteristik tersebut adalah sebagai berikut,
1.
Tahap awal/infantil (the infantil stage)
Pada
tahapan ini belum terlihat adanya pembagian yang jelas mengenai daerah – daerah
permukiman dengan daerah – daerah perdagangan. Selain itu juga belum terlihat
adanya perbedaan kawasan pemukiman kelas bawah dan kelas atas. Bangunan –
bangunan yang ada masih tidak teratur.
2.
Tahap muda/juvenil (the juvenil stage)
Pada
tahapan ini mulai terlihat adanya proses pengelompokan pertokoan pada bagian –
bagian kota tertentu. Kawasan permukiman kelas menengah ke atas sudah mulai
bermunculan di pinggiran kota dan munculnya kawasan pabrik.
3.
Tahap dewasa
Pada
tahap ini nampak terlihat adanya gejala-gejalasegresi fungsi-fungsi (Pemisahan
fungsi-fungsi). Tahap ini sudah terlihat adanya perbedaan antara permukiman
kelas atas dan kelas bawah
4.
Tahap ketuaan (the senile stage)
Pada
tahap ini ditandai adanya pertumbuhan yang terhenti (cessation of growth),
kemunduran dari beberapa distrik dan kesejahteraan ekonomi penduduknya
menunjukkan gejala – gejala penurunan. Kondisi – kondisi seperti ini terlihat
didaerah – daerah industri.
4. Struktur Ruang Kota
Ruang
adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk
lain hidup, melakukan kegiatan serta meliharan kelangsungan hidupnya. Menurut
Undang Undang Nomer 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Bab I pasal 1,
struktur ruang adalah susunan pusat – pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
Struktur
ruang wilayah kota merupakan gambaran sistem pusat pelayanan kegiatan internal
kota dan jaringan infrastruktur kota sampai akhir masa perencanaan, yang
dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kota dan melayani fungsi kegiatan
yang ada/direncanakan dalam wilayah kota pada skala kota, yang merupakan satu
kesatuan dari sistem regional, provinsi, nasional bahkan internasional.
Unsur
pembentuk struktur tata ruang kota terdiri dari pusat kegiatan, kawasan
fungsional, dan jaringan jalan. Kota atau kawasan perkotaan pada dasarnya dapat
dipandang sebagai suatu sistem spasial, yang secara internal mempunyai
unsur-unsur yang menjadi pembentuknya serta keterkaitannya satu sama lain. Kota
sebagai suatu sistem/tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan
ruang, baik direncanakan maupun tidak, yang mencirikan kawasan dengan kegiatan
utama bukan pertanian. Wujud struktural pemanfaatan ruang kota adalah
unsur-unsur pembentuk kawasan perkotaan secara hierarkis dan struktural
berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang kota. Wujud
struktural pemanfaatan ruang kota di antaranya meliputi hierarki pusat
pelayanan kegiatan perkotaan, seperti pusat kota, pusat bagian wilayah kota,
dan pusat lingkungan; yang ditunjang dengan sistem prasarana jalan seperti
jalan arteri, kolektor, dan lokal.
Kota
berawal dari sebuah pemusatan penduduk di suatu area. Dengan akal dan pikiran
manusia untuk bertahan hidup, terjadi perkembangan di area tersebut yang
sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah kota. Terdapat berbagai penggunaan
tanah yang menunjang aktifitas penduduk. Susunan berbagai penggunaan tanah
sebagai komponen – komponen kota kemudian dilihat sebagai sebuah susunan
pembentuk kota yang dikenal dengan struktur kota.
Studi
– studi mengenai geografi perkotaan, terutama struktur kota telah diuraikan
oleh beberapa ahli, antara lain :
1) Teori Konsentris ( Concentric Theory )
Penelitian
mengenai teori struktur kota dan perkotaan pertama yang dipublikasikan ialah
penelitian yang dilakukan oleh Park dan Burgess. Dalam periode tahun 1920-an,
Robert E Park bersama dengan Ernest W Burgess melakukan penelitian dengan kota
Chicago Amerika serikat sebagai fokus utamanya. Mengadopsi teori evolusi
Darwin, dimana kompetisi menjadi hal utama, Park dan Burgess menyatakan bahwa
perebutan sumberdaya urban, terutama tanah, akan menuju pada kompetisi di
antara kelompok sosial dan yang lebih besar berpengaruh
pada pembagian ruang kota ke dalam “ area alami “, dimana manusia
dengan karakteristik sosial yang sama akan menempati ruang yang sama pula.
Pertarungan untuk mendapatkan tanah dan sumberdaya lain akan berujung pada
deferensiasi spasial dari ruang kota menjadi zona – zona yang memiliki kesamaan
karakteristik, dengan area ideal memiliki harga tanah yang lebih tinggi. Ketika
kotanya semakin makmur, penduduk dan kegiatan perekonomian semakin bergeser
keluar dari pusat kota.
Selanjutnya
Burgess memberikan teori konsentris dengan membagi kota ke dalam zona – zona
seperti :
a. Central Business District ( CBD ) atau Daerah Pusat
Kegiatan
Merupakan
daerah yang merupakan pusat dari segala kegiatan kota berfungsi sebagai fokus
kegiatan perdagangan, perekonomian, kemasyarakatan, sosial budaya dan
teknologi. Zona ini terdiri dari bangunan yang menunjang perdagangan, toko,
swalayan, bank, hotel, perkantoran.
b. Transtition Zone atau Daerah peralihan
Merupakan
daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan terus menerus dan bertambah
besar penurunannya. Daerah ini berupa kawasan perindustrian, diselingi oleh
rumah pribadi yang kuno. Banyak di antaranya telah diubah dari perkantoran dan
pertokoan atau dibagi – bagi menjadi kawasan perumahan berukuran relatif sempit
Zone ini setelah kemudian bangunannya bobrok dimanfaatkan oleh para imigran
baru sebagai natural area, yaitu pemukiman kaum miskin sehingga
timbullah daerah pemukiman kumuh ( slum area ), yang semakin lama
menjadi daerah miskin ( areas of proverty ), disitulah biasanya berpusat
pula kenakalan remaja, kejahatan, dan lain sebagainya.
c. Low Class Residential Homes atau Zone Pemukiman Buruh
Rendahan
Merupakan
zona yang berfungsi sebagai pemukiman bagi pekerja – pekerja, antara lain oleh
pekerja pabrik, dan industri yang diantaranya adalah pedatang – pendatang baru
dari zona peralihan, sekalipun penduduknya masih masuk dalam kategori “ low-medium
status. Zona ini dijadikan pilihan sebagai tempat tinggal karena lokasinya
yang berdekatan dengan lokasi temat kerja.
d. Zone of better resident atau Zona Pemukiman Buruh
Menengah
Merupakan
zone yang dihuni oleh penduduk yang berstatus ekonomi menengah hingga tinggi.
Kondisi ekonomi mereka pada umumnya stabil sehingga lingkungan pemukimannya
menunjukkan derajat keteraturan yang cukup tinggi. Fasilitas pemukiman
terencana dengan baik, sehingga kenyamanan tempat tinggal dapat dirasakan pada
zona ini.
e. Commuters zone atau zona penglaju
Timbulnya
penglaju merupakan suatu akibat adanya proses desentralisasi pemukiman sebagai
damak sekunder dari aplikasi teknologi di bidang transportasi dan komunikasi.
Di daerah pinggiran kota mulai bermunculan perkembangan pemukiman baru yang
berkualitas tinggi sampai kualitas mewah. Kecenderungan penduduk
untuk memilih zona ini didorong oleh kondisi lingkungan daerah asal yang
dianggap tidak nyaman dan tertarik oleh kondisi lingkungan zona ini yang
menjanjikan kenyamanan hidup yang jauh lebih baik, bebaspolusi, tinggal dengan
aman dan nyaman, namun dengan konsekuensi lebih jauh dari tempat bekerja. Pada
zone ini, alamnya masih terbuka luas, perumahan – perumahan banyak diselingi
suasana pedesaan dan kawasan orang kaya itu berfungsi sebagai kota kecil utuk
beristirahat atau tidur malam ( dormitory towns ).
Perlu
diingat bahwa teori konsentris merupakan model yang ideal yang hanya dapat
diterapkan di negara Barat yang maju, ditambahkan oleh Burgess lokasinya di
kawasan dimana tidak ada faktor opposing ( pelawan ) seperti topografi
yang menghambat transportasi dan rute yang merugikan komunikasi. Dalam kenyataannya
zona – zona konsentris itu tidak dapat ditemukan dalam bentuk yang murni.
2) Teori Sektoral ( Sectoral Theory )
Homer
Hoyt pada tahun 1939 memperkenalkan teori sektoral untuk mengatasi
ketidaksesuaian terhadap teori konsentris yang sebelumnya telah dikemukakan
oleh E.W Burgess. Pemikiran teori ini merupakan perkembangan dari teori konsentris,
yang ditandai dengan beberapa kesamaan, seperti terdapat central bussiness
district ( CBD ) yang berfungsi sebagai pusat kota dan beberapa zona yang
mengelilinginya. Namun zone dalam teori ini tidaklah melingkar keluar, namun
masih dalam jarak yang sama dari pusat kota atau CBD.
Menurut
teori sektoral, unit-unit kegiatan di perkotaan tidak mengikuti zona-zona
teratur secara konsentris, tetapi membentuk sektor-sektor yang sifatnya lebih
bebas. Dalam teori sektoral, Hoyt menggambarkan bahwa perkembangan kota
dipengaruhi oleh faktor ketersediaan jaringan jalan atau aksesibilitas yag
memadai seperti rel kereta api dan jalan raya. Dengan demikian sebuah kota
seolah – olah terdiri dari masing – masing sektor yang mengalami perkembangan
keluar. Penggunaan tanah yang membedakan teori sektoral dengan teori konsentris
adalah keberadaan penggunaan tanah untuk industri, yang
tidak dimiliki oleh teori konsentris. Menurut Hoyt, zona industri
terletak di sepanjang jalur kereta, begitupun dengan zona pemukiman kumuh atau
tempat tinggal buruh. Sementara zona perdagangan berada di daerah dengan harga
tanah tertinggi, yaitu di pusat kota. Hal ini dikarenakan terdapat berbagai
rute dan moda transportasi menuju daerah perkotaan, seperti rel kereta api,
dermaga atau pelabuhan ( bagi yang berbatasan dengan perairan ), serta jalan
raya yang menggambarkan mudahnya aksesibilitas. Dengan mudahnya aksesibilitas,
maka suatu daerah menjadi strategis dan harga tanahpun akan menjadi mahal. Zona
pemukiman menengah dan zona pemukiman atas akan berada menjauh dari kota,
terletak di pinggiran kota untuk menghindari kemacetan, bising, dan polusi
udara.
Secara
garis besar, pembagian teori sektoral menurut Hoyt sebagai berikut :
a. Central Bussines District atau Daerah Pusat Kegiatan
Merupakan
pusat daerah kegiatan yang merupakan inti kota.
b. Industri / perdagangan
Industri
ataupun perdagangan mengikuti aliran sungai, jalur kereta api, jalan raya.
Pekerja kelas bawah bekerja di daerah ini memproduksi barang kebutuhan kota.
c. Low Class Residential atau Pemukiman Kelas Bawah
Merupakan
pemukiman pekerja kelas bawah, dekat dengan lokasi pabrik untuk mengurangi
biaya transport. Tingkat polusi di daerah ini sangat tinggi dan lingkungan yang
buruk karena pengaruh pabrik.
d. Middle Class Residental atau pemukiman Kelas Menengah
Merupakan
zona pemukiman terluas, dihuni pekerja dengan taraf ekonomi menengah. Kondisi
lingkukngan lebih baik karena agak jauh dari daerah pabrik.
e. High Class Residental atau pemukiman Kelas Atas
Merupakan
zona pemukiman kelas atas, kondisi lingkungan sangat baik dan sarana
transportasi sangat nyaman tanpa kemacetan. Akses menuju pusat kota sangat
lancar.
3) Teori Inti Ganda ( Multiple Nuclei Theory )
Teori
ini dikemukakan oleh Chauncy Harris dan Edward Ullman pada tahun 1945, yang
kemudian lebih dikenal dengan teori Harris-Ullman. Mereka berpendapat bahwa
meskipun dalam suatu kota terdapat pola konsentris dan sektoral, namun
kenyataannya lebih rumit dari apa yang sekedar diteorikan Burgess dan Hoyt.
Harris dan Ullman menjelaskan, suatu kota bermula dari sebuah CBD atau pusat
kota, namun dalam perkembangannya kota memiliki sub-pusat atau inti – inti baru
sebagai dampak dari aglomerasi. Pertumbuhan kota yang berawal dari suatu pusat
menjadi bentuk yang kompleks. Bentuk yang kompleks ini disebabkan oleh
munculnya nukleus-nukleus baru yang berfungsi sebagai kutub pertumbuhan.
Nukleus-nukleus baru akan berkembang sesuai dengan penggunaan lahannya yang
fungsional dan membentuk struktur kota yang memiliki sel-sel pertumbuhan.
Nukleus
kota dapat berupa kampus perguruan tinggi, bandar udara, kompleks industri,
pelabuhan laut, dan terminal bus. Keuntungan ekonomi menjadi dasar pertimbangan
dalam penggunaan lahan secara mengelompok sehingga berbentuk nukleus. Misalnya,
kompleks industri mencari lokasi yang berdekatan dengan sarana transportasi.
Perumahan baru mencari lokasi yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan dan
tempat pendidikan.
Dalam
teori ini tidak ada urutan-urutan yang teratur dari zona-zona kota seperti
halnya pada teori konsentris dan sektoral, walaupun CBD yang sebenarnya masih
berfungsi sebagai pusat kota. Kegiatan – kegiatan yang memiliki kemiripan akan
berlokasi dalam satu area dan menciptakan subpusat dalam suatu kota, sehingga
memiliki kesan terbentuk “ inti-inti “ baru bagi masing – masing area.
Berikut
penjelasan mengenai masing-masing zona dalam teori pusat kegiatan berganda :
a. Central Business District atau Daerah Pusat Kegiatan
Seperti
halnya teori konsentris dan sektoral, zona ini berupa pusat kota yang menampung
sebagian besar kegiatan kota. Zona ini berupa pusat fasilitas transportasi dan
di dalamnya terdapat district spesialisasi pelayanan, seperti “retailing”
distrik khusus perbankan, theater dan lain-lain.
b. Industri Ringan
Oleh
karena keberadaan fungsi sangat membutuhkan jasa angkutan besar maka fungsi ini
banyak mengelompok sepanjang jalan kereta api dan dekat dengan CBD. Zona ini
tidak berada di sekeliling zona CBD tetapi hanya berdekatan saja. Sebagaimana “wholesale”,
“Light manufacturing” yaitu: transportasi yang baik, ruang yang memadai,
dekat dengan pasar dan tenaga kerja.
c. Pemukiman Kelas Rendah
Permukiman
memang membutuhkan persyaratan khusus. Dalam hal ini ada persaingan mendapatkan
lokais yang nyaman antara golongan berpenghasilan tinggi dengan golongan yang
berpenghasilan rendah. Hasilnya sudah dapat diramalkan bahwa golongan tinggi
akan
mendapatkan daerah yang nyaman dan golongan rendah akan memperoleh
daerah yang kurang baik. Zona ini mencerminkan daerah yang kurang baik untuk
permukiman sehingga penghuninya umumnya dari golongan rendah dan permukimannya
juga relatif lebih jelek dari zona pemukiman kelas menengah. Zona ini dekat
dengan pabrik-pabrik, kalan kereta api dan drainase jelek.
d. Pemukiman Kelas Menengah
Zona
ini tergolong lebih baik dari pada zona pemukiman kelas rendah baik dari segi
fisik maupun penyediaan fasilitas kehidupannya. Penduduk yang tinggal disini
pada umumnya mempunyai penghasilan lebih tinggi dari pada penduduk zona
pemukiman kelas rendah.
e. Pemukiman Kelas Atas
Zona
ini mempunyai kondisi paling baik untuk permukiman dalam artian fisik maupun
penyedian fasilitas. Lingkungan alamnya pun menjajikan kehidupan yang tenteram,
aman, sehat dan menyenangkan. Hanya golongan penduduk yang berpenghasilan
tinggi yang mampu memiliki lahan dan rumah disini. Lokasinya relatife jauh dari
CBD, industri berat dan ringan, namun untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari
didekatnya dibangun Business District baru yang fungsinya tidak kalah
dengan CBD. Pusat-pusat baru seperti kampus, pusat rekreasi, taman-taman sangat
menarik perkembangan permukiman menengah dan tinggi.
f. Heavy Manufacturing atau Industri Berat
Zona
ini merupakan konsentrasi pabrik-pabrik besar. Berdekatan dengan zona ini
biasanya mengalami berbagai permasalahan lingkungan seperti pencemaran udara,
kebisingan, kesemerawutan lalu lintas dan sebagainya, sehinnga untuk kenyamanan
tempat tinggal tidak baik, namun di daerah ini terdapat berbagai lapangan
pekerjaan yang banyak. Adalah wajar apabila kelompok penduduk perpenghasilan
rendah bertempat tinggal dekat dengan zona ini.
g. Business District atau kawasan Bisnis Pinggiran Kota
Zona
ini muncul untuk memenuhi kebutuhan penduduk zona pemukiman kelas menengah dan
pemukiman kelas atas dan sekaligus akan menarik fungsi-fungsi lain untuk berada
di dekatnya. Sebagai salah satu pusat (nuclei) zona ini akan menciptakan
suatu pola tata ruang yang berbeda pula, sehingga tidak mungkin terciptanya
pola konsentris, tetapi membentuk sebaran “cellular” lagi sesuai dengan
karakteristik masing-masing.
h. Pemukiman pinggiran atau zona penglaju
Zona
ini membentuk komunitas tersendiri dalam artian lokasinya. Penduduk disini
sebagian besar bekerja di pusat-pusat kota dan zona ini semata-mata digunakan
untuk tempat tinggal. Walaupun demikian makin lama akan makin berkembang dan
menarik fungsi lain juga, seperti pusat perbelanjaan, perkantoran dan
lain-lain. Proses perkembangannya akan serupa dengan kota lama.
i. Kawasan Industri Luar Kota
Sebagaiman perkembangan industri-industri lainnya unsur transportasi selalu persyaratan untuk hidupnya fungsi ini. Walaupun terletak di daerah pinggiran zona ini dijangkau jalur transportasi yang memadai. Sebagai salah satu pusat (nuclei) pada perkembangan selanjutnya dapat menciptakan pola-pola persebaran keruangannya sendiri dengan proses serupa.Sejauh ini belum ada dampak yang menonjol adanya kelemahan teori inti ganda. Teori ini merupakan penyempurna dari teori konsentris dan sektoral yang lebih kompleks.
Komentar
Posting Komentar